Wednesday, 14 September 2016

Terperangkap Peradaban Kamera

Nada-nada yang sebelumnya dia lantunkan di padepokannya yang membuat dia dianggap guru spiritual kini sudah tak terdengar. Dia hanya tertunduk malu dengan kondisi ter­tangkap tangan. Satu per satu muncul pengakuan yang me-mojokkannya. Noda yang terkuak saat ini seolah menutup nada-nada dalam bentuk nasi­aktivitas kalangan profesional. Sebut saja di sini dua kalangan yang identik dengan guru spiri­tual dan motivator, yakni artis dan wirausahawan. Dunia se­lebriti yang penuh cobaan duni­awi sering mendambakan sosok guru spiritual Tak jarang kala­ngan artis mencari pembimbing hidup rohaninya kepada guru spiritual. Di sinilah posisi orang seperti Aa Gatot dibutuhkan kalangan artis. Apalagi Aa Gatot mempunyai padepokan

(catatan bukan pesantren) yang dulu dikenal bisa membu­at para artis hidup lebih tenang.

Sementara kalangan entre­preneur dengan berbagai usaha startup-nyz selalu haus meng­hadiri training para motivator. Saat ini dunia motivator sedang tumbuh pesat Selain Mario Teguh yang dinobatkan sebagai motivator nomor 1 Indonesia, ada nama-nama lain, seperti Tung Desem Waringin, Rhenald Kasah, Christian Adrianto, Hilbram Dunnar, dan lainnya.

Kedua, pencitraan (guru spiritual dan motivator) meru­pakan profesi tidak sem­barangan. Kepercayaan, sikap hidup, orientasi ke depan, dan harapan kalangan artis serta wirausahawan dipertaruhkan di tangannya. Sebelumnya juga pernah ada kasus Anand Kris­na, seorang guru spiritual yang dilaporkan negatif oleh sese­orang. Juga ada seorang dai muda hasil audisi yang terkena kasus dengan salah seorang kru audio di sebuah acara yang membuatnya menghilang dari layar kaca. Ini hanya gambaran betapa seseorang yang menyan-

TIGA pekan ini kita di-gegerkan dua peristiwa menggemparkan. Perta­ma, tertangkapnya orang yang sering dijuluki guru spiritual bernama Gatot Brajamusti Dia ditangkap di Mataram setelah terkena operasi tangkap tangan pihak kepolisian setempat de­ngan barang bukti serbuk sabu. Kedua, "diadilinya" orang yang dijuluki sang motivator berna­ma Mario Teguh karena ada se­orang pria bernama Ario Kiswinar Teguh yang mengaku anaknya. Mario "diadili" ka­langan netizen sekaligus oleh Bayu Sutiono di salah satu program khusus di stasiun TV swasta. Kebetulan keduanya mewakili sosok yang menjadi panutan, yakni guru spiritual dan sang motivator.

Publik sangat mengenal ke­duanya karena mereka dibesarkan layar kaca dengan sorotan kamera video. Tanpa jasa kamera, popularitas ke­duanya mungkin tidak sehebat sekarang. Ketika mereka men­jadi viral di media massa pun publik mengetahui semua. Jadi, mereka diangkat dan di­jatuhkan oleh mata kamera yang diterima oleh mata hati pemirsa.

Berkaitan dengan "kehe­batan" kamera, belum lama ini pakar manajemen Rhenald

Kasali meluncurkan buku ter­baru berjudul Camera Brand­ing Cameragenic vs Aura-genic Lewat buku ini. Rhenald berusaha menyodorkan sisi menarik dari sebuah fenomena zaman. Menurutnya, tanpa disadari, masyarakat kita telah berada di dalam sebuah per­adaban baru yang disebut per­adaban kamera.

"Hampir semua orang, apakah itu presiden, politisi, pengacara, artis ataupun petani dan pemulung, tak ada satu pun yang pergi tanpa membawa kamera. Ya, kamera saku maupun kamera ponsel," ujar­nya mengutip kalimat-kalimat yang ada dalam pengantar buku barunya itu.Tapi di depan ka­mera tak ada yang asli. Semua adalah akting, kecuali diambil dengan teknik hidden atau can-did camera."Artis-artis papan atas memakai bulu mata dan rambut palsu, para CEO memasang dagu wibawa, anak-anak alay bergaya lepas, dan politisi berebut bicara. Begitu di­matikan, manusia berhenti ber­akting, melemaskan otot-otot-nya, dan kembali apa adanya.

Nada dan noda Kini keduanya sedang berge­lut dengan nada dan noda. Gatot Brajamusti kini harus mendekam di rutan Polda NTB.hat spiritual, lagu religi, dan santunan kepada wong cilik.

Demikian juga dengan sang motivator. Mario yang biasa menyusun nada diktif dan kini menarik ibarat pegas, semakin keras penolakannya terhadap tuntutan Ario yang mengaku anaknya, loan keras pula reaksi yang muncul di masyarakat vir­tual. Tak tanggung-tanggung adik kandung Mario ikut mem­bela keponakan. Ya, nada-nada indah yang sering Mario lon­tarkan di sebuah program TV swasta seolah berubah menjadi noda. Berbagai reaksi netizen cukup memojokkan dia.

Menjadi besar lewat kamera dengan pencitraan mulia seper­ti guru spiritual dan motivator tidak gampang. Ketika populer, berbagai keuntungan mengalir. Penghargaan dalam bentuk uang, sanjungan, dan penghor­matan dari publik cukup tinggi Tapi ibarat pepatah "semakin tinggi kita naik maka semakin kencang pula tiupannya". Kini, ketika sedang di atas keduanya ditiup bukan oleh angin sepoi tapi badai dahsyat

Selebriti dan profesional

Kehadiran guru spritual dan motivator dalam dinamika kehidupan sering membantudang guru spiritual atau tokoh agama rawan godaan dan ujian. Sang motivator pun demikian. Para calon pengusa­ha dan profesional seolah menyerahkan orientasi bisnis­nya kepada sosok ini. Mereka terkadang harus membayar cukup mahal untuk mengikuti ceramah dan pelatihannya. Jika guru spiritual oleh pengikutnya dianggap manusia "setengah dewa", sementara motivator di­juluki "nabinya" kalangan pro­fesional. . Ketika selebriti maupun profesional kondisinya seperti ini maka guru spiritual dan sang motivator tak boleh bernoda. Jika ternoda maka mereka akan dicela, dirisak, dan dibuang. Ya, kini mereka ter­perangkap peradaban kamera. Semoga menjadi ajang intro­speksi diri.*"

No comments:

Post a Comment