Thursday, 29 September 2016

Memimpin Diri Sendiri dan Orang Lain
PEKERJAAN seorang pemimpin yang profesional bukan untuk menyukai banyak orang. Bukan pula mengubah orang, namun memunculkan kelebihannya dalam bekerja. * Pemimpin seharusnya tidak membuat keputusan berdasarkan pendapat atau pilihannya sendiri melainkan ia harus mengelola berdasarkan fakta. Untung-untungan atau kebiasaan tidak dapat menggantikan diagnosa yang benar. Anda harus menjadi segala sesuatu yang belum pernah Anda ketahui. Karena itu untuk mencapai sesuatu yang belum pernah anda raih sebelumnya, anda harus menjadi seorang yang berbeda dari sebelumnya, .yakni memiliki keunggulan, kompetensi dan daya saing.
langan Ajan Kebohongan Seorang pemimpin yang mengukur kesuksesan dirinya berdasarkan pujian, maka ia akan selalu dihantui oleh kecemasan sepanjang masa jabatannya. Kalau ia mendapat pujian ia akan merasa senang, tetapi jika menerima kritik, ia akan merasa sangat terpukul. Lebih ironis lagi ada seorang pemimpin yang meminta stafnya untuk berbohong menolak tamu yang tidak disukai, dengan mengatakan bahwa beliau tidak di tempat Perintah ini akan dijadikan teladan bagi bawahan dalam melaksanakan pekerjaan. Perintah untuk menyatakan pemimpin tidak ada di tempat sebenarnya hal yang sepele, namun dampaknya sangat besar bagi kesehatan organisasi Karyawan akan berpikir bahwa mereka juga boleh berbohong dalam hal lain, seperti apa yang dilakukan oleh atasannya.
Dari contoh situasi kecil ini saja kita bisa melihat betapa pentingnya peran seorang pemimpin dalam menata organisasi. Begitu banyak alasan yang dapat dikarang, bila hasil pekerjaan tidak sesuai dengan harapan organisasi. Situasi iklim organisasi seperti ini sering membuat pemimpin tidak kunjung berhasil untuk menegakkan integritas. Dimulai bagimana individu merespon dan bersikap terhadap hal-hal yang kecil dalam lingkungan kerja. Kita bisa menduga apakah kultur perusahaan memang tidak konsisten dengan nilai luhur yang dijunjung tinggi, yang biasanya tertera di dinding-dinding ruang kerja. Timbul pertanyaan di benak para karyawannya, apakah visi organisasi dianggap hanya sekadar hiasan dinding yang tidak dapat dimanifestasikan dalam sikap dao perilaku kerja. Karyawan sendi-ripun tidak akan nyaman, apalagi bangga, berada di dalam organisasi yang tidak jujur dan tidak menekankan integritas. Menanamkan kejujuran dan menjauhkan diri dari kebiasaan berbohong serta menanamkan nilai-nilai integ-
ritas pada organisaasi tidak semudah kita
mengumumkan di dalam acara sosialisasi.
Memimpin Diri Sendiri
Secara umum tipology masyarakat kita dalam dunia kerja ingin cepat menjadi pemimpin dan tidak mau dipimpin. Ironisnya lagi banyak di antara pemimpin yang pandainya mengkritik tetapi tidak pandai bekerja. Kepemimpinan merupakan fitrah kita sebagai manusia, Kepemimpinan adalah suatu amanah yang diberikan Tuhan yang harus kita pertanggungjawabkan. Leadership is an action, not a position. Karena itu siapa pun Anda, di mana pun Anda berada, dan apa pun jabatan Anda, Anda adalah pemimpin, minimal memimpin diri Anda sendiri. Kepemimpinan bukanlah semata-mata persoalan memimpin negara, memimpin perusahaan, memimpin organisasi dan partai politik. Kepemimpinan adalah mengenai kita sendiri, perilaku kita sehari-hari, dan hanya dapat dijalani setahap demi setahap, dimulai dengan melakukan perjalanan ke dalam diri Anda sendiri.
Setiap orang sebenarnya adalah pemimpin yang dituntut untuk dapat mengatur dirinya sendiri. Sayangnya, banyak orang yang tak sadar, mereka sedang tertidur, mungkin sepanjang karir dalam kehidupannya; karena itu tugas kita adalah "membangunkan" mereka yang masih asik tertidur lelap. Ada tiga hal yang perlu Anda lakukan untuk menyadarkan diri menjadi pemimpin diri sendiri. Pertama, self understanding, yakni memahami diri Anda sendiri. Untuk menjadi pemimpin, Anda harus sadar siapakah diri Anda sebenarnya. "Kenalilah dirimu "si apa yang mengenali dirinya akan mengenali Tuhannya." Mengenah' diri sendiri adalah dasar dari kecerdasan spiritual (SQ). Untuk itu kita perlu memikirkan pertanyaan-pertanyaan mendasar: Siapakah kita, untuk apa kita hidup, dari mana kita berasal, dan ke mana kita akan pergi. Tanpa kita mengenali diri kita dengan benar, sulit untuk menemukan makna kehidupan.
Kedua, kesadaran diri (self awareness). Hal ini berarti sadar akan perasaan Anda sendiri. Untuk menjadi pemimpin Anda harus
memiliki emotional literacy. Anda harus dapat mengenali dan mengidentifikasikan perasaan apapun yang sedang Anda rasakan. Ini adalah dasar dari kecerdasan emosi (EQ). Untuk mengenali perasaan yang terdalam, kita perlu senantiasa memisahkan diri kita dengan emosi yang kita rasakan. Kita tidak berubah, sebaliknya emosi berubah setiap saat. Kita dapat mengatur emosi kita sesuai dengan kemauan kita. Kita yang mengatur emosi, bukannya sebaliknya.
Ketiga, penguasaan diri (self control). Ini adalah hasil dari kecerdasan emosi (EQ) yang tinggi. Seorang pemimpin menyadari bahwa ia tak dapat mengontrol stimulus yang masuk, tetapi ia selalu dapat mengontrol respon yang ia berikan. Dengan demikian ia tidak membiarkan perasaan dan emosinya mengendalikan keputusannya. Pengendalian diri baru dapat terlihat pada situasi yang sulit dan melibatkan emosi. Marah mer-
upakan suasana bati yang paling sulit dikendalikan, pada saat kita marah, pikiran kita dipenuhi oleh pembenaran diri dan argumen-argumen yang amat meyakinkan kita agar melampiaskan amarah.
Memimpin Orang Lain
Anda jangan berandai-andai mampu menjadi pemimpin bagi orang lain apabila Anda sendiri tidak mampu memimpin diri sendiri. Memimpin diri sendiri adalah prasyarat sebelum kita dapat memimpin orang lain. "Ini merupakan suatu tahapan dan proses yang tak bisa di balik. Anda jangan berpikir terbalik, memimpin orang lain dulu sebelum mampu menaklukkan diri dan nafsunya sendiri. Cobalah Anda bayangkan berapa banyak pemimpin yang gagal mengelola organisasi. Carilah di mana letak persoalannya. orang-orang yang sukses dalam memimpin ternyata yang bersangkutan sudah mencoba berhasil memimpin dirinya sendiri, setelah itu ia sukses memimpin orang lain.
Masalahnya, banyak pemimpin yang lupa melakukan evaluasi diri sebelum ia memimpin orang lain. Misalnya di kantor, atasan Anda beTtanya,"Mengapa Anda terlambat?" Dengan mudah karyawan menjawab.'Ka-rena jalanan macet Mengapa kinerja Anda buruk? Karyawanpun akan menjawab "karena atasan otoriter dan selalu menekan saya. Mengapa projek ini belum selesai? Karena rekan kerja saya tidak menyelesaikan ba-
giannya. Anda mengalami masalah, lantas siapa yang salah? Anda selalu membela diri dan yang salah orang lain.
Prilaku demikian sebenarnya tidak ada bedanya dengan prilaku anak kecil, dan ini sebenarnya menunjukkan tingkat kedewasaan Anda. Tanda kedewasaan yang utama adalah bertanggungjawab [responsible) terhadap apapun yang Anda lakukan. Semua yang terjadi pada diri kita sebenarnya mencennin-kan pilihan-pilihan yang kita buat sendiri. Kinerja Anda yang buruk di kantor juga adalah pilihan Anda. Betul bahwa bos Anda mungkin kurang kooperatif, tapi bukankah ada banyak faktor yang mempengaruhi kesuksesan selain dari bos Anda sendiri? Bukankah Anda yang sebetulnya perlu berusaha untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan bos Anda sendiri? Karena itu sebelum membuat komitmen untuk orang banyak lauhlah diri Anda dengan membuat komitmen-komitmen sederhana. Membual komitmen pada diri sendiri jauh lebih sulit dan menantang. Karena kalaupun kita melanggarnya tidak akan ada yang tahu kecuali diri kita sendiri. Tapi pelanggaran komitmen tersebut perlahan-lahan akan menggerogoti (kepercayaan diri Anda. Kepemimpinan akan muncul begitu Anda mampu menjalankan komitmen tersebut dan menaklukkan diri Anda. Begitu bawahan Anda melakukan sesuatu yang merugikan klien. Anda tidak berlama-lama menyalahkannya atau menyalahkan diri Anda sendiri tetapi bertanggung jawab kapada klien Anda untuk melakukan service recovery. Namun bertanggung jawab bukan berarti melimpahkan kesalahan kepada diri Anda sendiri. . Kalau Anda sudah melatih kar-, yawan Anda semaksimal mungkin dan ternyata ia masih melakukan sesuatu yang merugikan klien Anda, itu juga bukan kesalahan Anda. Orang-orang yang memiliki harga diri yang rendah cenderung menyalahkan diri sendiri atas peristiwa-peristiwa buruk yang terjadi Orang yang efektif bukanlah orang yang menyalahkan orang lain, bukan juga orang yang menyalahkan diri sendiri Inti kepemimpinan yang mendasar dan hakiki adalah menyadari bahwa kita semua memiliki ruang antara stimulus dan respon dan memanfaatkan ruang tersebut untuk berpikir. Adanya kesadaran akan ruang tersebut sangat penting karena memberikan kontrol di tangan kita bukan di tangan orang lain. . Semoga anda sukses memimpin diri sendiri dan memimpin orang lain.*"

No comments:

Post a Comment