Isu SARA Bisa Jadi Bumerang
Mayoritas masyarakat Jakarta terdiri atas kelompok rasional sehingga isu murahan berbau SARA malah bisa menguntungkan pihak yang diserang dengan isu tersebut.
Nur Aivanni
MENJELANG pemilihan kepala daerah, kampanye negatif terkait dengan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) kerap digunakan untuk menyerang lawan politik atau pasangan calon tertentu. Tidak terkecuali dalam Pilkada 2017 yang diikuti 101 daerah.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti menyatakan isu SARA bisa terjadi di daerah mana pun, termasuk di pilkada DKI Jakarta. "Paling besar memang di Jakarta, tapi memang bisa terjadi di mana-mana," terangnya dalam sebuah diskusi di Jakarta, kemarin.
Kampanye negatif berbau SARA di Jakarta marak dilakukan melalui forum media sosial dan keagamaan. Dalam forum tersebut, masyarakat diminta tidak memilih calon kepala
daerah yang berbeda keyakinan. "Boleh tidak memilih karena preferensi agama, tidak ada yang melarang. Akan tetapi, agak bermasalah dalam demokrasi bila melarang untuk tidak memilih seseorang karena keyakinannya berbeda," tegas Ray. Kendati demikian, ia menyatakan isu SARA
tidak akan memengaruhi elektabilitas pasangan calon. Isu tersebut digunakan hanya untuk memalingkan isu yang lebih penting terkait dengan program, visi dan misi, serta untuk memopulerkan mindset publik bahwa kelompok tertentu tidak boleh memilih kelompok lain. Tidak ada efek mengenai elektabilitas calon terkait dengan isu SARA, bahkan itu bisa menjadi bumerang karena masyarakat Jakarta sudah sangat rasional," terangnya.
Pada kesempatan sama, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz pun mengatakan hal sama. Menurut dia, isu SARA tidak akan memengaruhi pilihan masyarakat Jakarta terhadap salah satu kandidat. "Warga Jakarta yang berpotensi terpengaruh oleh isu SARA hanya 30%. Sebagian besar pemilih Jakarta, yakni 70%, sama sekali tidak mendasarkan pilihan pada isu SARA.
Peneliti senior Formappi Sebastian Salang menambahkan pemikiran masyarakat Jakarta saat ini sudah rasional. Dengan begitu, isu SARA tidak akan membuat masyarakat mengubah pilihan dalam pilkada.
Agama dan politik
Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU Rumadi menuturkan masih banyak pemuka agama yang menganggap urusan pilkada berkaitan erat dengan urusan agama. "Padahal bukan. Pilkada itu soal kewajiban kita sebagai warga negara," tandasnya.
Ia mengingatkan ayat-ayat Alquran boleh diamalkan dan disebarkan ke umat melalui forum dakwah, tapi jangan sampai digunakan sebagai alat kampanye bagi kelompok tertentu. Dia mengakui hal itu akan terus berlangsung dan sulit dihilangkan. Namun, itu bisa diminimalisasi dengan mendewasakan masyarakat serta tokoh agama supaya tidak lagi memakai ayat-ayat suci sebagai alat politik.
"Tokoh agama mestinya mencerahkan dan menyadarkan masyarakat tentang persoalan dan implikasi yang akan terjadi bila isu SARA digunakan sebagai alat politik dalam pilkada." (P-3)
aivanni@mediaindonesia.com
No comments:
Post a Comment