Wednesday, 28 September 2016

Amnesti Pajak Dongkrak Rupiah
 
Penguatan dinilai hanya sementara.
Penguatan
nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dinilai sebagai dampak dari penerapan program pengampunan pajak atau tax amnesty oleh pemerintah. Namun, sentimen penguatan tersebut dinilai hanya sementara dan masih bergantung pada kondisi sentimen eksternal.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution sebelumnya mengatakan, penguatan nilai tukar rupiah dipengaruhi program tax amnesty. Artinya, jumlah dana yang masuk ke dalam negeri telah berdampak pada peningkatan likuiditas di pasar keuangan negara.
"Semakin baiknya hasil tax amnesty, arahnya pasti ke sana (peningkatan likuiditas). Arahnya rupiah menguat, IHSG menguat, arahnya pasti ke sana," ujarnya Selasa (27/9).
Darmin berharap, ke depan, rupiah bisa begerak wajar atau sesuai dengan fundamental perekonomian saat ini. Hal itu, untuk menghindari risiko lain jika nilai tukar rupiah bergerak
terlalu cepat, salah satunya terhadap ekspor.
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Yoga Affandi mengatakan, bank sentral akan terus memperhatikan nilai tukar riil dan daya saing terhadap mata uang di Asia. Dengan masuknya aliran modal asing, mendorong rupiah stabil dan cenderung menguat.
"Stabilitas nilai tukar rupiah juga akan terbantu terutama melalui implementasi amnesti pajak," katanya beberapa waktu lalu.
Analis Pasar Uang dari PT Bank Mandiri Reny Eka Putri mengatakan, penguatan nilai tukar rupiah di level Rp 12.900 - Rp 13.000 per dolar AS hanya bersifat jangka pendek. Hal ini lantaran ada banyak faktor yang mendasari penguatan nilai tukar, baik itu sentimen domestik atau pun faktor global.
"Saya rasa BI akan menjaga agar penguatan maupun pelemahan nilai tukar tidak akan terlalu cepat. Kalaupun ada peluang menguat, itu akan dilakukan secara berangsur," kata Reny kepada HARIAN NASIONAL, Rabu (28/9). Dia melihat, sentimen penguatan akan berlaku dalam
sebulan di kisaran Rp 12.900 -13.100 per dolar AS.
Rupiah, kata Reny, telah mengalami penguatan sejak Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) mengumumkan untuk menunda kenaikan suku bunga acuannya (FFR) bulan lalu. Selain itu, pemilihan Presiden di AS telah mengubah fokus global dari ekonomi menjadi politik.
Dari sisi domestik, kondisi perekonomian Indonesia saat ini dinilai masih cukup kondusif dan stabil. Hal ini menjadi sentimen positif meskipun permintaan dolar AS di akhir tahun trennya akan meningkat.
Selain itu, program-program pemerintah dan paket kebijakan ekonomi turut mendorong penguatan rupiah.
"Kita lihat faktor kombinasi dari domestik cukup kondusif, ini membuat investor global lebih memilih untuk melarikan dananya ke negara-ngara yang lebih aman seperti Indonesia," katanya. "Sebenarnya rupiah bisa menguat hingga Rp 12.800 per dolar AS," ujar Reny seraya menambahkan. Hanya, pihaknya melihat, masih banyak faktor yang membuat kecenderungan rupiah stabil hanya bersifat sementara.
• INTAN NIRMALA SARI

No comments:

Post a Comment