BI: Pelonggaran Moneter Bisa di Bulan Ini
Oleh Kunradus Aliandu dan Yosi Winosa
JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menegaskan, mang pelonggaran kebijakan moneter terbuka lebar di empat bulan terakhir pada 2016. Hal itu bakal dilakukan setelah mempertimbangkan perbaikan kondisi ekonomi domestik dan dinamika ekonomi global.
Menurut Agus, jika dinamika ekonomi global seperti rencana penyesuaian suku bunga The Fed dan kondisi domestik mendukung, pelonggaran kebijakan moneter dimungkinkan dapat dilakukan pada September 2016.
'Seandainya data mendukung, di September, Oktober dan November 2016, itu kita bisa lakukan pelonggaran." kata Agus, di Jakarta, Jumat (9/9).
Namun demikian. Agus belum merinci jenis instrumen yang akan
menjadi medium transmisi pelonggaran moneter bank sentral.
Menurut dia, peluang raerelak-sasi kebijakan moneter dari setiap instrumen seperti suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo, giro wajib minimum (GWM), ataupun makroprudensial cukup terbuka.
"Jadi yang BI bisa lakukan tentu melakukan penyesuaian 7-Day Reverse Repo, giro wajib minimum, ataupun makroprudensial. Tapi tetap kami perlu memperhatikan data-data terakhir." ujar dia seperti dikutip Antara.
Sejak pelonggaran kebijakan moneter melalui penurunan suku bunga acuan untuk keempat kalinya, BI menegaskan ruang pelonggaran moneter akan dimanfaatkan secepatnya untuk mondorong pertumbuhan ekonomi.
BI memproyeksikan ekonomi domestik tahun ini akan tumbuh di 4.9-53* secara year on year (yoy).
Saat masih menggunakan bunga acuan BI Rate. BI sudah menurunkan suku bunga acuan dengan akumulasi 100 basis poin.
Untuk instrumen GWM-Primer (GWM-F), BI sudah menurunkan 150 basis poin sejak Desember 2015. Sedangkan instrumen makroprudensial, terakhir BI merelaksasi ketentuan rasio nilai pinjaman dari aset (loan to value/ LTV) kredit perumahan yang membuat besaran uang muka turun menjadi 15% dari 20% untuk rumah pertama.
Sementara itu. Direktur Eksekutif Kebijakan Makro Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung mengatakan, di tengah kondisi makro ekonomi yang cenderung stabil saat ini, pihaknya masih akan terus mengakomodasi kebijakan moneter yang longgar (loose).
Menurut dia, tren inflasi tahun kalender yang saat ini mengarah ke batas bawah dari target 3-5% memungkinkan BI untuk kembali melonggarkan kebijakan moneternya demi membantu mendongkrak pertumbuhan ekonomi
"Saat ini suku bunga kredit perbankan turun Iebih dari 75 basis poin.
Sepanjang stabilitas makro ekonomi terjaga kami akan akomodatif terhadap pelonggaran moneter," kata dia.
Juda mengakui, memang ada ruang untuk memangkas besaran bunga acuan 7-Day Repo Rate yang kini berada di angka 5,25%. Dari segi potensi pemangkasan secara historis, BI selalu menurunkan 25 basis poin (bps). "Sedangkan kalau terkait GWM, kami belum ada rencana untuk kembali menurunkan," papar dia.
Adapun sampai akhir Agustus 2016, BI mencatat transmisi penurunan suku bunga deposito perbankan nasional sudah mencapai 90 bps. Sementara itu, transmisi di sisi penurunan lending rate (suku bunga kredit) perbankan baru mencapai 47 bps. Meski demikian. Juda mengaku optimistis bahwa perbankan akan terus meningkatkan transmisi penurunan suku bunga kredit ke depan.
"Transmisi suku bunga deposito itu nyaris menyentuh 100 bps. Ke depan, bank pun akan menyesuaikan ke kredit" tegas dia.
Mengenai potensi pertumbuhan kredit perbankan yang belum lama ini direvisi oleh BI menjadi kisaran 7-9%, Juda mengatakan, pencapaian perbankan cenderung akan lebih berpotensi mengarah angka maksimum. "Dari kami sudah dikeluarkan
relaksasi di LTV/FTV (loan to value/ financing to value) untuk properti, yang tentu diharapkan meningkatkan demand (permintaan) kredit di sana. Kemudian, batas bawah LFR (loan to funding) ratio juga dinaikkan menjadi 80% jadi itu dapat mendorong kenaikan kredit perbankan," jelas dia.
Ekonom PT Bank Mandiri Tbk (Bank Mandiri) Andry Asmoro mengatakan, pemangkasan suku bunga (SBI tenor 12 bulan) sekali lagi sebelum akhir tahun 2016 oleh Bank Indonesia (BO masih memungkinkan. Sejauh ini, pihaknya masih optimistis pertumbuhan ekonomi nasional dapat terjaga. Indikasi hal tersebut antara lain terihat dari kondisi nilai tukar.
Lebih lanjut Andry menilai, tahun depan pertumbuhan kredit perbankan berpotensi dapat kembali tinggi. Dari sisi Bank Mandiri, melihat sektor infrastruktur dapat menjadi peluang untuk menum-buhkam bisnis ke depan. "Padahal, infrastruktur pernah menjadi sektor yang netral. Hanya kini justru menjadi sektor yang relatif menarik," tegas dia.
Direktur Keuangan dan Treasury Bank Mandiri Pahala N Mansury sebelumnya mengatakan, emiten berkode BMRI ini memprediksi minimal dapat membukukan kenaikan kredit sebesar 10% (yoy) pada akhir 2016 dari realisasi tahun 2015 yang
sebesar Rp 536,03 triliun.
Sedangkan pada 2017, Bank Mandiri berniat ekspansi kredit dengan pertumbuhan di kisaran 12-14% (yoy). Salah satu penunjang bisnis mereka merupakan sektor infrastruktur.
Sementara itu. Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, mantan Menko Perekonomian di masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri berpendapat, mdonesia menghadapi masalah tren twin deficit yakni defisit anggaran APBN dan current account deficit (CAD).
Meski defisit tahun ini cenderung terkendali, dia mengingatkkan perlu kewaspadaan mengingat tren perlambatan aktivitas perdagangan internasional dan penurunan harga komoditas masih terjadi. Sementara Indonesia sebagai negara open economy yang 60% ekspornya masih mengandalkan komoditas seperti kelapa sawit, batu bara dan perkebunan sangat rentan terhadap gejolak ini.
"Ekspor-impor per PDB Indonesia rasionya sudah lebih dari 50%, negara besar seperti AS degree of openess-nya masih sempit Karena itu, kita harus tetap waspada terhadap apa yang bisa dikendalikan tahun ini, utamanya current account dan short term debt mungkin bisa menjadi tantangan tahun depan," kata dia, di Jakarta. Jumat (9/9).
Dia mengatakan, banyak ekonom internasional menyatakan dunia saat ini tengah mengalami gelombang krisis keempat yang disebut krisis negara
berkembang. Krisis ini lebih berbahaya dari krisis-krisis sebelumnya seperti krisis ekonomi Asia, krisis subprime di Amerika Serikat serta krisis Uni Eropa. "Komoditas utama kita yang berbasis sumber daya alam (SDA) sangat rentan. Kalau ekspornya bermasalah maka potensi impor dengan sendirinya akan terganggu," tambah dia.
Optimisme Pasar
Ekonom Bank Mandiri Andri Asmoro mengatakan, optimisme pasar keuangan saat ini masih tinggi. Kalangan perbankan juga melihat masih ada peluang suku bunga dilonggarkan sekali lagi, demi meningkatkan optimisme perbankan bahwa kredit bisa tumbuh lebih tinggi tahun depan.
Tahun ini sebenarnya dari sisi demand (kredit) masih rendah. Jika dicermati, di tengah tren headline inflation yang masih rendah namun core inflation yang mencerminkan transaksi antara supply dan demand turun terus, begitu juga dengan imported inflation yang juga turun seiring kurs rupiah yang naik. Core inflation turun itu berarti daya beli rendah," kata dia.
Tantangan tahun depan, lanjut dia, memang masih pada kapasitas anggaran pemerintah pusat yang terbatas, tapi peran pemda jangan dilupakan.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara melihat pelaksanaan amnesti pajak akan menimbulkan optimisme dan kepercayaan
(confident) pelaku usaha. Meski tebusan amnesti pajak saat ini baru mencapai Rp 8,39 triliun, pihaknya masih terus meningkatkan sosialisasi di tingkat pemerintah pusat, daerah, kalangan perbankan, kemasyarakatan maupun pelaku usaha.
"Kami juga minta seluruh Kanwil agar melakukan upaya ekstra, kerja Sab-. _ tu-Minggu buka gerai di maL Kami harap;. di akhir September yang merupakan ; batas akhir periode pertama ini akan; . nambah lagi uang tebusannya," kata dia* ;
Dia menambahkan, pemerintah; -terus mengupayakan sumber pertum- ; buhan baru seperti industri kreatif dacf -pariwisata. Dalam forum Kelompok 20. j (G20), lanjut dia, para pimpinan negara dan bank sentral anggota G20 sepakat untuk mengombinasikan Instrumen moneter, fiskal, dan struktural untuk ; mendongkrak pertumbuhan.
Para pemimpin G20 yakin pereko ; nomian saat ini tidak sehat dan haru-.; < ditingkatkan dengan menggunakan * semua kebijakan, tidak hanya instru-* i men moneter lewat kebijakan sukp- ] bunga negatif. ■
"Kami sendiri menggunakan instrj- J men fiskal lewat anggaran infrastruk-*« tur yang dinaikkan. Juga perubahap»' struktural lewat berbagai macaiyC ' perbaikan debottleneckinff dan pakqt* * kebijakan untuk mendorong sektor* < e-commerce, properti manufaktur»* dan secara umum meningkatkan iklim! -usaha." kata Suahasil. (dka/jn) >*
No comments:
Post a Comment