Radiasi badai terlalu berbahaya
AKTIVITAS matahari baru-baru ini semakin meningkat, tapi hampir belum berdampak pada aktivitas manusia di Bumi. Secara histones, badai matahari nyaris memicu Perang Dunia.
NASA mengatakan, Interface Region Imaging Spectrograph-IRIS atau satelit observasi matahari milik NASA baru-baru mengamati aktivitas matahari yang tiba-tiba meningkat, misalnya semburan protuberan atau letusan gas matahari yang terjadi pada 24 Juli lalu dan letusan gas matahari tingkat menegah lainnya.
Menurut penjelasan NASA, semburan gas matahari adalah le-dakanradiasi energiyangkuat, melepaskan sejumlah besar energi magnetik, sehingga suhu atmosfer matahari naik, dan pancaran partikel berenergi tinggi menyembur ke angkasa.
Video observasi NASA menunjukkan sejumlah be sar materi plasma menyembur ke permukaan matahari, dan membentuk gerakan melingkar yang tidak menentu di bawah pengaruh medan magnet.
Ilmuwan tidak tahu faktor yang menyebabkan terjadinya protuberan, tapi tahu terj adinya aktivitas protuberan atau letusan gas matahari yang kuat itu akan berdampak padabumi, dan terkadang akanme-nyebabkan gangguan yang tak terduga pada aktivitas manusia.
Pada 23 Mei 1967 lalu, sistem peringatan rudal Amerika tiba-tiba menyala. Ketika itu masih dalam suasana Perang Dingin. Atas dasar peringatan dari sistem rudal itu, Pentagon menyimpulkankemung-kinankomunisUni Soviet menunggu peluanguntukmenyerang Amerika Serikat, sehingga militer AS segera masuk dalam siaga perang, seperti misalnya pesawat pembom nuklir jarak jauh dan sistem serangan balik disiagakan menunggu perintah tempur setiap saat, demikian dilansir dari laman CBS, Selasa (9/8/2016). Siaga
Saat personil militer siap siaga, North American Aerospace Defense Command-NORAD mendapat laporan dari personel pengamat cuaca ruang angkasa, mengatakan bahwa telah terjadi aktivitas semburan gas matahariyangkuat, yaitu badai matahari yang mencapai bumi dan menyebabkan sistem peringatan dini militer itu menjadi aktif dan menyalakan alarm.
Delores Knipp, ilmuwan antariksa dari Universitas Colorado mengatakan, ketika itu, pihak militer dengan cermat menganalisa data
observasi matahari, hingga akhirnya memastikanbahwafaktoryang memicuaktifnyasistemperingatan itu berasal dari badai matahari, sehingga siaga perang pun dicabut, dan terhindar dari perang dunia, demikian dikutip dari CBS.
Beberapa hari dalam peristiwa yang menegangkan sementara itu, tepatnya pada 15 Mei 1967, sudah tampak sej umlahbe sarbintik hitam matahari, Angkatan Udara AS dan departemen lainnya memperkirakan akan terjadi badai matahari, misalnya letusan gas matahari dan aktivitas sengit lainnya.
"Dan pada 23 Mei saat itu, ob-servatorium berbasis darat dan departemen lain mengkonfirmasi letusan gas matahari yang terang," kata Knipp mengenang suasana tegang ketika itu. Namun, orang-orang tidak pernah menduga energi dari letusan gas matahari itu mampu memicu sistem peringatan rudal.
"Terjadi 3 kali letusan besar. Letusan kedua menyebabkan komunikasi antara pesawat dengan Strategic Air Command-SAC terputus. Letusan ketiga menunjukkan beberapa gelombang elektromagnetik dari panjang gelombang pendek itu menuju Bumi, dan pasca letusan tersebut, baru dikonfirmasikan bahwa itu adalah ledakan gelombang elektromagnetik kuaty ang belum pernah terjadi sebelumnya," kata Knipp menambahkan.
Setelah kejadian yang nyaris memicu Perang Dunia ini, tidak hanya Amerika Serikat yang mulai memperhatikan dan mempelajari dampaknya dari matahari, sekutu AS serta Rusia dan negara-negara lain di dunia juga mulai menaruh perhatian pada informasi yang berasal dari matahari.
Tentu perlu juga diingat bahwa ledakan matahari terbesar dalam 14 tahun terakhiry ang terj adi Senin (23/1/2012) pukul 10.59 WIB menyebabkan lontaran massa korona yang akhirnya sampai ke Bumi pada Selasa (24/1/2012) tepatnya pada pukul 21.31 WIB. Berlebihan
Waktu itu, sejumlah peringatan berlebihan dikirimlewatBlackber-ry Messenger dan SMS. Dikatakan bahwa radiasiy ang mencapai Bumi tergolong kuat dan masyarakat yang keluar rumah wajib melindungi kulit.
Bahwa ledakan Matahari dan badai Matahari membawa konsekuensi pada radiasi, itu benar. Saat ledakan Matahari terjadi, radiasi dipancarkan ke seluruh angkasa di Tata Surya. Bumi pun dihujani radiasi. Tapi, dampaknyatak seburuk yang dibayangkan.
Todd Hoeksema, astronom Stanford University menuturkan, "Radiasi ultra violet dari Matahari memang meningkat ribuankali saat ledakan Matahari. Namun, itu di
luar atmosfer Bumi. Jumlah sinar ultravioletyang sampai permukaan sama saja seperti biasa."
"Sinar UV sangat energetic jadi berinteraksi dengan atmosfer, memecah molekul dan mengionisasi atom. Ketika sinar UV bergerak di udara, semakin banyak yang diserap. Kebanyakan diserap pada ketinggian 80-100 mil di atas permukaan," sambung Hoeksema.
Dengan proses tersebut, kata Hoeksema seperti dikutip Life Little Mysteries, peningkatan jumlah sinar ultraviolet yang mencapai bumi sebenarnya sangat minimal alias tak perlu terlalu dikhawatirkan.
Perlindungan kulit seperti yang dimaksud dalam pesan BBM dan SMS terlalu berlebihan. Manusia di bumi tak perlu panik. Antisipasi dampak badai Matahari langsung terhadap tubuh hanya perlu diwaspadai oleh para astronot di luar angkasa.
Jika pun perlindungan kulit harus dilakukan, langkah itu tak perlu dikaitkan dengan puncak aktivitas Matahari dan badai Matahari.
"Yang menj adi masalah adalah dosis kumulatif dari radiasi UV, bukan peningkatankecildi sini sana," ungkap Hoeksema. Sinar UV diketahui bisa memicu mutasi genetik dan menye-babkankankerkulit "Karena efeknya kumulatif, sayapikirorang harus memakai tabir surya setiap saat," tegas Hoeksema. (et/ebn/aac/ar)
No comments:
Post a Comment