Monday, 12 September 2016

Wapres: Negara Belum Optimal

Indonesia Belum Berhasil Penuhi Janji Kemerdekaan
JAKARTA, KOMPAS - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, kehadiran negara dalam sejumlah persoalan belum sepenuhnya optimal. Janji-janji kepada rakyat pun belum bisa dipenuhi semuanya. Butuh kebersamaan, konsistensi kebijakan, dan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat terlebih dahulu.
"Negara sudah hadir, tetapi belum optimal dalam cara kerja dan cara. menangani persoalan. Walaupun kementerian dan lembaga negara sudah berusaha menangani dengan baik, hasilnya belum sesuai dengan yang diharapkan rakyat," kata Wapres Jusuf Kalla kepada Kompas di Kantor Wapres, Jakarta, Jumat (9/9).
Pada masa mendatang, kata
Wapres Kalla, pemerintah bukan hanya harus mendengar suara rakyat melainkan juga merespons dan bekerja cepat sehihgga hasilnya dirasakan masyarakat
"Tentu bukan hanya pemerintah di pusat dan daerah, melainkan juga elemen bangsa di pelosok hingga unsur masyarakat terkecil lainnya. Pemerintah juga
harus punya prioritas dan, yang ■paling utama, memenuhi kebutuhan fundamental rakyat terlebih dahulu yang hingga kini masih belum direalisasi seperti pangan dan papan," ujar Wapres Kalla
Sebelumnya, dalam Sidang Kabinet Paripuma yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Kantor Presiden, Kompleks Istana, Wapres Kalla menyampaikan presentasi mengenai Ekonomi Indonesia Setelah 71 Tahun Indonesia Merdeka. Meskipun presentasinya tertutup. Wapres Kalla membenarkan saat dikonfirmasi mengenai pokok-pokok pikirannya di hadapan semua menteri.
Presiden Jokowi belum berbicara mengenai ketidakhadiran negara sepenuhnya dalam sejumlah persoalan bangsa yang belakangan ini terjadi Padahal, kehadiran negara menjadi poin pertama dari sembilan agenda-prioritas Jokowi-Kalla yang disebut Nawatita.
Bahkan, keterangan pers yang biasanya digelar Sekretaris Kabinet Pramono Anung bersama menteri terkait selesai sidang kabinet dan rapat terbatas pun, entah kenapa, ditiadakan. Sejumlah .menteri yang ditanya mengenai hasil sidang kabinet lebih banyak menyinggung tindak lanjut hasil kunjungan Presiden Jokowi mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi G-20 di Hangzhou, Tiongkok, hubungan bilateral dengan Tiongkok, dan KTT ASEAN di Laos.
Evaluasi diri
Saat membuka sidang kabinet. Presiden Jokowi hanya menyebutkan, selain akan mendengarkan paparan soal perjalanan 71 tahun ekonomi Indonesia dari Wapres Kalla, sidang kabinet juga akan fokus membahas peningkatan kapasitas dalam negeri agar mampu bersaing dengan negara lain.
Menurut Kalla, apa yang di-
sampaikan dalam sidang kabinet merupakan evaluasi diri kepada pemerintah, yang sudah menikmati 71 tahun Indonesia merdeka, tetapi masih mempunyai "utang" kepada rakyat berupa janji-janji yang belum direalisasikan.
Persoalan ekonomi beberapa kali disampaikan Wapres dalam sejumlah acara. Namun, baru kali ini secara khusus pandangan Wapres soal kondisi perekonomian disampaikan di hadapan menteri dalam sidang kabinet
"Terus terang, saya sampaikan kepada semua menteri Indonesia masih belum berhasil mewujudkan sebagian besar janji-janji kemerdekaan," kata Kalla.
Dari tiga kebutuhan dasar rakyat, yaitu pangan, sandang, dan papan, pemerintah baru berhasil mewujudkan kecukupan sandang. "Namun, pangan dan papan masih belum memenuhi harapan," ujar Kalla.
Bahkan, lanjut Wapres, prestasi ekonomi Indonesia berada di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand. "Kini kita terancam untuk didahului Vietnam dan Filipina. Mengapa ini terjadi? Ini karena kesalahan strategi, inkonsistensi kebijakan, pemborosan anggaran, dan penyerapan yang lemah sehingga kita belum bisa memenuhi janji kemerdekaan kepada rakyat." kata Kalla.
Indonesia, lanjut Wapres Kalla, sebenarnya punya peluang besar menjadi setara dengan negara-negara makmur lain. "Kita perlu kebijakan fiskal yang baik, program yang andal dan berupaya keras mewujudkannya. Kita harus belajar dari kesalahan masa lalu dalam mengelola negara," kata Kalla.
Kalla menyebut beberapa contoh kesalahan masa lalu yang tak boleh terjadi lagi seperti kebijakan ekonomi yang kental dengan nuansa neoliberalisme di sektor keuangan sehingga terjadi krisis 1998.
"Dari neoliberalisme bergeser ke sosialisme, subsidi pun diterapkan di banyak bidang yang
membuat fiskal kita berat," ujar Wapres.
Sejalan dengan apa yang disampaikan Wapres Kalla, peneliti politik dari Lembaga Hmu Pengetahuan Indonesia Syamsuddin Haris mengatakan, kunci menghadirkan negara di tengah persoalan adalah membenahi struktur koordinasi yang jelas di pusat ataupun daerah.
Menurut dia, ketidakhadiran negara di tengah sejumlah persoalan yang muncul belakangan ini terkendala soal klasik, yakni koordinasi yang buruk di antara pemangku kepentingan, mulai dari kementerian di tingkat pusat hingga daerah. Untuk menjamin kehadiran negara, harus ada pembenahan rantai arahan dari pusat hingga di bawah.
Kegagalan koordinasi
Menurut Syamsuddin Haris, beberapa persoalan yang muncul belakangan ini muncul karena ketidakmampuan mengoordinasikan kekuatan dan kebijakan di tingkat pusat dan daerah. Dalam hal itu, negara gagal melindungi masyarakat dan lamban menyelesaikan persoalan yang mengganggu kesejahteraan.
Salah satu contoh adalah soal KTP elektronik yang membuat jutaan warga belum terekam identitasnya, kasus vaksin palsu, obat palsu, dan sebagainya.
"Presiden sebagai kepala pemerintahan harus mampu memberi arahan yang jelas dan gesit saat persoalan muncul Selanjutnya, sistem pendukung di sekeliling Presiden juga harus membantu memastikan arahan itu benar-benar dijalankan," kata Syamsuddin.
Terkait penanganan masalah sosial. Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan masih ada ganjalan struktural yang seharusnya tidak perlu terjadi (NDY/AGE/HAR)

No comments:

Post a Comment