Selamatkan Anak dari Prostitusi
Peraturan menteri untuk mengontrol anak-anak menggunakan internet segera diterbitkan.
Nicky Aulia Widadio
TERKUAKNYA kasus prostitusi untuk kaum gay lewat media sosial dengan 27 anak dari 103 korban membuktikan betapa anak sangat rentan menjadi korban eksploitasi. Upaya pencegahan dan penindakan yang lebih serius menjadi sebuah kemestian.
Menurut Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya, prostitusi untuk kaum gay di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, baru-baru ini bukanlah kasus pertama yang melibatkan anak-anak sebagai korban. "Sebelumnya juga pernah ada kasus anak asal Yogyakarta yang dieksploitasi dan dibawa ke hotel di Jakarta. Dia ditawarkan melalui Twitter," jelasnya, kemarin.
Dalam kasus di Bogor, penyidik telah menetapkan tiga germo sebagai tersangka. Agung mengungkapkan media sosial menjadi alat mereka untuk menjalankan praktik bejat karena mudah dijangkau. Korban yang bisa terbujuk umumnya karena alasan ekonomi.
Selain menggencarkan langkah penindakan, lanjut Agung, Bareskrim juga melakukan upaya preventif dan bekerja sama dengan sejumlah plat-
form seperti Google, Twitter, dan Facebook. "Facebook sudah melaporkan beberapa akun mencurigakan dan oleh mereka di-banned."
Kemudahan mengakses internet yang kemudian dimanfaatkan oleh para pelaku penjualan manusia juga disadari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise. Pihaknya pun akan segera mengeluarkan peraturan menteri untuk mengontrol anak-anak menggunakan internet. "Sedang dalam proses, diharapkan dalam waktu dekat akan keluar," tuturnya.
Diakui Yohana, di zaman yang serba-^ad^et ini, belum ada regulasi yang mengatur pentingnya peran orangtua agar mengawasi anak mereka dalam penggunaan internet. Kementerian PPPA juga tengah mendorong RUU tentang Pengasuhan Anak segera diinisiasi DPR.
Berdasarkan data yang dia terima, kurang lebih 3.000 anak terjerat jaringan prostitusi untuk gay. Pelaku mengeksploitasi mereka dengan memanfaatkan LBGT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) sebagai pintu masuk.
Patroli siber
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menyampaikan bahwa tindak pidana penjualan anak untuk kaum gay merupakan modus baru. Ia meminta polisi kian masif melakukan patroli siber untuk membongkar praktik-praktik tersebut.
Mensos juga meminta masyarakat berperan aktif melapor jika menemukan kasus eksploitasi dan perdagangan anak. "Telepon yang bisa diakses 1500771, aktif selama 24 jam 7 hari," tukas Khofifah.
Pengamat media sosial, Nukman Lutfie, menilai selama ini kecepatan inovasi teknologi komunikasi dan informatika kerap tidak diimbangi dengan kecepatan perangkat dan aparat hukum. "Padahal, dari dulu setiap inovasi pasti pengguna awalnya untuk berbuat kriminal dan pornografi."
Begitu pula ketika era media sosial meledak, pelaku tindak kriminalitas dan pornografi turut menggunakan saluran itu. Nukman menyambut baik dibentuknya subdirektorat khusus kejahatan siber di Polri, tapi masih perlu penguatan kapasitas dan personel.
Kabiro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika Noor Iza menyatakan pihaknya terus menyaring konten internet. Dia mengakui, sejak Juli terjadi peningkatan konten pornografi. "Bulan itu konten tersebut mulai gamblang lagi, tapi kami terus melakukan pembersihan," ujar dia. (Ric/Ind/X-9)
nicky@mediaindonesia.com
No comments:
Post a Comment