Pemulihan Hak Anak Harus Jadi Prioritas
Masalah pada anak yang beragam dari tindak kejahatan dan kekerasan harusnya diimbangi dengan langkah perlindungan yang cepat.
Melati Yuniasari
KOMISI Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meminta pemerintah untuk segera memulihkan hak korban prostitusi sesama jenis daring, beberapa di antaranya anak-anak yang baru terungkap di Bogor, Jawa Barat. "Proses penegakan hukum dan pemulihan korban harus diprioritaskan. Kami meminta negara memberikan jaminan agar kejadian serupa tidak terulang dan terus bekerja keras mengungkap kejadian serupa yang sangat mungkin terjadi di wilayah lain," ujar Ketua Komnas Perempuan Azriana di Jakarta.
Komnas Perempuan pun menekankan agar semua pemangku kepentingan melihat masalah kerentanan pelacuran anak pada kasus tersebut, yang menunjukkan kurangnya perlindungan negara terhadap anak-anak. Apalagi,
kasus seperti yang terjadi di Bogor itu bukanlah perkara baru di Indonesia. Pemerintah, ucapnya, harus bisa memulihkan hak-hak korban, terutama yang masih anak-anak, dan menjaga agar mereka tidak terkena dampak dari pemberitaan yang berlebihan.
Dihubungi terpisah, Pit Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Noor Iza mengatakan bahwa tim panel yang telah dibentuk tidak berhak melakukan tindakan hukum terhadap pemilik akun atau laman yang menyalahgunakan penggunaan media sosial sebab tim tersebut tugasnya lebih berfokus pada mengintensifkan penghapusan akun-akun yang berkegiatan prostitusi di dalamnya. "Mungkin perlu ada yang melakukan inisiasi ke arah sana," ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, kepolisian berhasil membongkar prostitusi anak daring di Bogor setelah melakukan pengintaian sejak awal Agustus 2016 dan berhasil menangkap tiga orang, yaitu AR, U, serta E yang kini sudah dijadikan tersangka. Sebanyak 27 dari 99 orang yang diduga jadi korban prostitusi sesama jenis itu diketahui anak-anak di bawah umur, kisaran usia 13 tahun hingga 17 tahun.
Peran keluarga
Adanya temuan prostitusi daring
yang menawarkan jasa seks anak di bawah umur itu menurut Sosiolog Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Sigit Rochadi, ada kecenderungan dewasa ini bahwa muncikari atau diri pribadi yang bersangkutan telah memosisikan anak-anak sebagai komoditas seks.
"Itu yang terjadi, baik anak-anak, perempuan dan laki-laki dewasa, maupun remaja telah memosisikan diri mereka sebagai komiditas atau barang dagang. Seiring dengan maraknya ekonomi digital, mereka pun menyadari hal tersebut dan turut masuk ke dalam dunia digital dengan mengemasnya sedemikian rupa agar menarik," ujarnya.
Mata rantai trafficking ini, jelas Sigit, sangat luas yang melibatkan perekrut, pembina, dan pemasar. "Semua dengan media teknologi. Anak biasanya hanya mendapat bagian lO°/o-15%, sisanya untuk operasional dan para muncikari," ungkapnya.
Menurutnya, pencegahan dapat dilakukan melalui keluarga. Pasalnya, peran keluarga sangat penting dalam mewujudkan rumah tangga sebagai lembaga pendidikan mendasar yang kuat. Misalnya, dengan menghindari pertengkaran dalam keluarga dan menjamin anak-anak cukup secara materi dan memperkuat mental. (Ant/H-1)
melatiyuniasari@mediaindonesia.com
No comments:
Post a Comment