Sastra dan Budaya Terus Hidup Bergerak
KEHIDUPAN dunia sastra di Yogyakarta dalam kondisi yang baik. Bahkan jika dibanding dengan daerah lain, kasusas-traan di Yogya masih lebih unggul meski seperti berada di jalan sepi. Dalam kondisi inilah media punya peran penting untuk mengembalikan dunia sastra pada tempatnya.
Selain itu, pegiat sastra juga jangan sampai hanya terpaku pada sastra moderen saja. Tapi juga merangkul sastra tradisi yang sebetulnya tidak berhenti karena terus ada penciptaan-penciptaan baru yang mengikuti perjalanannya.
"Jangan hanya meminta untuk melestarikan sastra tanpa ada upaya memfasilitasi. Dalam hal ini peran pemerintah juga dibutuhkan sebagai fasilitator dan regulator. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk melestarikan sastra di Yogyakarta. Salah satunya dengan menghadirkan media berbahasa Jawa yang menjadi basis untuk mempelajari kearifan
Jawa," tegas pengamat budaya Indra Tranggono dalam Focus Group Discussion (FGD) Dewan Kebudayaan DIY bertajuk 'Strategi Kebudayaaan Yogyakarta: Memadukan Sastra Klasik dan Moderen1 di Pen-dapa Gamelan Yogyakarta, Senin (29/8) malam.
Narasumber lain, Prof Dr Faruk HT SU, menuturkan, antara klasik dan moderen masih dimaknai sebuah pertentangan di masyarakat. Klasik yang diidentikkan dengan tradisi sering dianggap irasional. Padahal pikiran tersebut ditanamkan pemerintahan kolonial yang menganggap tradisional ketimuran sebagai hal klasik dan orientalisme barat sebagai modernitas.
"Padahal tradisi dan modernitas bagian kebudayaan dalam masyarakat. Semua berjalan dalam ruang yang sama dan tidak terpisah," ucap Faruk.
Ia mencontohkan dulu orang Jawa sering bertutur dan bersastra, salah satunya selalu
merespons hal kecil dengan pemberian nama. Tapi saat ini hal tersebut tidak pernah ada. Masyarakat sekarang tinggal melestarikan yang sudah ada. Padahal sebuah kebudayaan akan terus berkembang karena adanya respons. Dan respons tradisi tersebut telah dibekukan suatu kekuatan yang namanya modernitas. "Kebudayaan terus berge-
rak. Tidak ada tradisi dan Barat. Dalam dunia sastra, sastra Barat juga terkena bias. Sastra dan budaya terus hidup bergerak di satu tempat untuk merespons kehidupan akan interaksi. Tidak perlu ada pemisahan tradisi dan moderen karena hal itu buatan pemerintah kolonial. Tradisi tidak berhenti ketika modernitas datang," tegasnya. (M-5)-o
No comments:
Post a Comment