Sebelum Rokok Mematikan Anda
Udah lah, jujur saja, motivasi perokok itu mana ada yang alasannya karena mikirin buruhlah, mikirin ekonomi negaralah. Mereka merokok itu dimulai dari coba - coba lalu sisanya cuma demi kenikmatan pribadi kok, sekedar kecanduan, bukan demi menolong orang. Cuma tameng doang itu. Mau segede apapun pemasukan negara dari rokok, yang kalian pikirin kan cuma gimana biar mulut ga asem. Jadi intinya, kalo mo komplain masalah harga rokok ya tinggal jujur saja, bilang saja jangan rengut kenikmatan kami gitu. Ga usah bawa - bawa urusan ekonomi, apakah mereka peduli dengan urusan itu.
AKHIR - akhir ini sebagian dari kita dikejutkan dengan adanya isu akan dinaikkannya harga rokok secara "gila-gilaan", meskipun besaran harga menurut isu yang beredar di Indonesia itu masih lebih rendah dibanding harga rokok di sejumlah negara lain. Menurut beberapa sumber, harga rokok di Australia rata-rata mencapai US$ 16,11 atau Rp 211.973 per bungkus, Selandia Baru US$ 14,67 atau Rp 193.026, Norwegia US$ 14,48 atau Rp 190.526, Inggris US$ 12,25 atau Rp 161.184, Islandia US$: 9,51 atau Rp 125.131, Kanada US$ 9,26 atau Rp 121.842, Prancis US$ 8,83 atau Rp 116 ribu.
Isu kenaikan terjal harga rokok itu dalam waktu sangat singkat menuai banyak komentar, baik yang kontra dan yang pro. Komentar yang muncul sangat beragam, mulai dari aspek kesehatan, ekonomi, sejarah, antropologi, budaya, pajak, hingga nasib ribuan tenaga kerja yang menggantungkan nasib hidupnya pada industri rokok, termasuk juga nasib para perokok apabila isu kenaikan itu benar-benar terjadi.
■ Memanfaatkan Isu
Hiruk pikuk tanggapan masyarakat tenang urgensinya harga rokok itu dinaikkan nampaknya memberikan dampak yang lumayan bagus untuk menstimulasi cakrawala pikir masyarakat tentang keberadaan dunia perokokan. Beberapa artikel, diskusi di media massa/ elektronik, seminar - seminar dan sebang-sanya banyak digelar di Indonesia yang akhirnya membangkitkan kepedulian masyarakat terhadap "batang rokok" , dan mungkin juga menambah kepenasar annya.
Demikian juga, bahwa tulisan tentang rokok kali ini sengaja dibuat dengan menggunakan "aji mumpung". Maksudnya, mumpung masyarakat sedang ramai membincangkan tentang rokok, termasuk mencari berbagai acuan/ referensi untuk memperkuat keyakinannya tentang bagaimana sebaiknya rokok itu diperlakukan, maka tulisan ini -sekali lagi - sengaja disajikan di sini. Mudah - mudahan tulisan ini juga terkena imbasnya dan dibaca masyarakat pemerhati rokok.
Hingga saat ini, masih sangat kecil prosentasinya pihak yang mengatakan bahwa merokok itu bisa menambah kualitas kesehatan dan kehidupan manusia.
Pihak yang berpendapat bahwa rokok bisa menyehatkan itu barangkali bukan rokok yang dikenal kebanyakan dari kita. Sedangkan dampak negatif rokok banyak pihak yang telah mengungkapkannya. Dr.Tjan-draYoga Aditama, misalnya, pernah mengatakan bahwa asap rokok mengandung sekitar 4.000 bahan kimia, dan berhubungan dengan sedikitnya 25 penyakit di tubuh manusia.
Dr Sherif Karama menemukan juga bahwa mantan perokok dengan usia rata - rata 73 tahun memiliki korteks lebih tipis dibandingkan yang tidak merokok. Padahal, menurutnya, korteks otak yang menipis akan berakibat penurunan tingkat kogntif. Penemuan Dr Sherif yang sangat penting ini barangkali banyak pihak yang belum mengetahuinya.
Sedangkan dampak buruk merokok yang sudah sangat familiar dikenal masyarakat antara lain bisa menyebabkan penyakit jantung dan pembuluh darah, penyakit paru, kanker paru dan kanker lainnya, diabetes (kencing manis), impotensi, menimbulkan kebutaan, penyakit pada mulut, gangguan pada janin, gangguan pernapasan dan lain - lain. Dengan mengetahui dampak yang kurang menguntungkan di atas, mestinya seseorang mulai berpikir ulang untuk mempertimbangkan apakah akan terus merokok dengan segala konsekuensi akibat pertimbangannya
Menekan Angka Kesakitan
Yayasan Jantung Indonesia dalam menjalankan kiprahnya mengacu pada ketentuan WHF (World Heart Federation) untuk bersama - sama melawan Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah dengan target 25 by 25 yang artinya mengurangi tingkat kematian dini yang disebabkan oleh Penyakit Jantung Pembuluh Darah sebesar 25 persen sebelum tahun 2025. Target yang dicanangkan ini cukup berat terlebih dengan munculnya adanya data peningkatan jumlah perokok dari tahun ke tahun di Indonesia, tak terkecuali jumlah perokok muda usia.
Berdasarkan data terakhir Riset Kesehatan Dasar 2013, perokok aktif mulai dari usia 10 tahun ke atas berjumlah 58.750.592 orang. Global Youth Tobacco Survey (GYTS) 2014 memaparkan hasil surveinya tentang
rokok, sebuah survei yang melibatkan responden anak usia 13-15 tahun mengatakan terdapat 18,3 persen pelajar Indonesia sudah punya kebiasaan merokok, dengan 33,9 persen berjenis laki - laki dan 2,5 persen perempuan. GYTS 2014 dilakukan pada pelajar tingkat SLTP berusia 13-15 tahun.
Sementara data yang dihimpun Lentera Anak menyatakan bahwa jumlah perokok muda usia 10 -14 tahun meningkat 2 kali lipat dalam 10 tahun. Dari 1,935 juta pada 2001 menjadi 3,967 juta pada 2010. Prevalensi perokok muda usia 15-19 tahun meningkat 3 kali lipat dari 7 persen pada 1995 menjadi 20 persen pada 2010. Angka ini menunjukkan 1 dari 5 remaja usia 15-19 tahun sudah merokok. Sementara, lebih dari 30 persen anak - anak di Indonesia, merokok sebelum usia 10 tahun. Menurut Ketua Lentera Anak Lisda Sundari, kondisi ini dapat mengancam sumber daya manusia Indonesia bahkan dapat mengancam bonus demografi yang akan dinikmati Indonesia pada 2020-2030.
Sebelum menutup tulisan ini, saya sempat mencari "second opinion" menanyakan pendapat teman tentang bagaimana nasib para buruh rokok, tentang ekonomi negara yang diprediksi akan bangkrut apabila kita memerangi rokok. Dan dijawabnya : "Udah lah, jujur saja, motivasi perokok itu mana ada yang alasannya karena mikirin buruhlah, mikirin ekonomi negaralah. Mereka merokok itu dimulai dari coba - coba lalu sisanya cuma demi kenikmatan pribadi kok, sekedar kecanduan, bukan demi menolong orang. Cuma tameng doang itu. Mau segede apapun pemasukan negara dari rokok, yang kalian pikirin kan cuma gimana biar mulut ga asem. Jadi intinya, kalo mo komplain masalah harga rokok ya tinggal jujur saja, bilang saja jangan rengut kenikmatan kami gitu. Ga usah bawa - bawa urusan ekonomi, apakah mereka peduli dengan urusan itu."
Jika memang demikian jawabannya, maka semakin manta-plah untuk menggelorakan sebuah slogan "Matikan Rokok Anda Sebelum Rokok Mematikan Anda." ■
Penulis,
Ketua Bidang
Komunikasi dan Informasi
Yayasan Jantung Indonesia
Cabang Utama Jawa Tengah.
No comments:
Post a Comment