Pelaku Prostitusi Anak Dikenal Tertutup
[BOGOR] Aryo (41), pelaku perdagangan dan prostitusi anak kepada kaum gay yang dibekuk polisi beberapa waktu lalu, dikenal sebagai sosok yang tertutup. Hal itu dikatakan sejumlah warga di sekitar rumah kontrakan Aryo di Gg Inipres RT 1 RW 8, Kampung Girangsari, Kelurahan Harjasari, Kabupaten Bogor.
Warga mengenalnya dengan panggilan Aryo. Ia diketahui baru tinggal di kontrakan itu sekitar tiga bulan lalu. Berdasarkan pantauan SP di lokasi, kamar Aryo ada di lantai dua. Rumah kontrakan itu tampak terkunci dan tidak terpasang garis polisi.
Lokasi kontrakan di lingkungan padat penduduk tersebut pun terlihat sepi. Hanya beberapa awak media, petugas dari kepolisian, dan warga sekitar yang hilir-mudik di sekitar lokasi.
Menurut Milah (50), warga setempat, selama tinggal di kontrakan, Aryo jarang berkomunikasi baik dengan warga sekitar maupun tetangga satu kontrakannya.
"Baru sekitar tiga bulanan di sini. Kalau liat dia sering.
Dia suka pergi ke warung lewat depan rumah saya. Itu juga sekadar nyapa aja, tidak sampai ngobrol panjang," kata Mlah, saat ditemui di lokasi kontrakan, Jumat (2/9).
Dalam kesehariannya, Aryo selalu terlihat hanya mengenakan kaus, celana pendek, serta topi. Aryo pun jarang beraktivitas dengan warga dan mengunci diri di kamar. "Jarang saya liat dia pakai rapih atau per-gi-pergi. Kalau dia ke wa-
rung, terus balik lagi ke kamar. Pintu dan jendelanya setiap hari tertutup terus," jelasnya.
Milah mengaku tidak menyangka Aryo terlibat dalam perdagangan anak kepada gay dan baru mengetahuinya setelah Aryo dibawa polisi pascapenang-kapan di kawasan Puncak, Selasa kemarin.
Ketua RT Komarudin (55) menambahkan, saat ia mendampingi polisi mela-
kukan penggeledahan ke kamar kontrakan Aryo, ditemukan setumpuk dus berisi kondom. Ia pun menjelaskan, tersangka sering mengumpulkan anak-anak dua hari sekali di kediamannya. Komarudin menduga, tempat tinggalnya itu dijadikan sebagai tempat kumpul sebelum melakukan transaksi.
"Kepada para tetangga, dia (Aryo) ngaku bekerja di restoran, juga sebagai guru/
pembimbing anak-anak. Untuk itu kami tidak curiga. Karena yang main ke kontrakannya anak laki-laki semua," tuturnya.
Meskipun pelaku prostitusi tinggal di Harjasari, Komarudin menegaskan, tidak ada anak-anak di kelu-rahannya yang terjerat. Dengan kejadian ini, ia akan lebih selektif ketika menerima warga, terutama yang akan mengontrak di sana.
Kesadaran Masyarakat
Berdasarkan catatan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Bogor, Januari hingga April 2016, setidaknya terjadi 36 kasus kejahatan perempuan dan anak. Jumlah itu terdiri atas 12 kekerasan fisik dan 24 kejahatan seksual. Angka kasus tersebut lebih sedikit dibandingkan pada 2015, 48 kasus. Namun, pada 2014 P2TP2A menerima laporan 63 kasus dan 2013 menerima 51 kasus.
"Itu pun jumlah yang melapor. Ada kemungkinan korban yang tidak melapor lebih banyak. Sebab, keluarga menilai peristiwa itu sebuah aib. Bisa juga kare-
na ketidakpahaman keluarga korban," kata Ketua Bidang Kerja Sama P2TP2A Kabupaten Bogor Ratu Nailamuna.
Selain kurangnya peran kesadaran kesadaran masyarakat untuk melapor, faktor lainya adalah kemiskinan, pengangguran, dan rendahnya indeks pembangunan gender. "Untuk memberantas perdagangan manusia dan prostitusi anak, diperlukan komitmen bersama. Berawal dari peran keluarga untuk melapor setiap kejadian, seperti anak hilang atau anak yang mempunyai perilaku berbeda secara drastis di lingkungan keluarga," kata Ratu.
Pihaknya mengklaim sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat melalui peran serta ibu-ibu dalam kegiatan PKK atau acara keagamaan. Aspek penting bagi korban prostitusi kaum homo online yang melibatkan anak-anak di bawah umur sebagai korban adalah rehabilitasi sosial. Menurut Ratu, anak-anak yang menjadi korban butuh pendampingan ahli seperti psikolog atau pendamping spiritual. [VEN/Y-4]
No comments:
Post a Comment