Emansipasi Wanita dalam Islam
BERDASARKAN banyak defenisi, emansipasi dikaitkan dengan kata pembebasan baik pembebasan diri, pembebasan dari kebodohan, pembebasan dari pengekangan, dll. Pemaknaan yang tidak bijak akan hal ini akan menimbulkan perbedaan persepsi. Bahkan, hal ini menjadi senjata kaum feminis, Yahudi, dan Nasrasi yang merupakan musuh Islam untuk memperjuangkan bahwa
pembebasan ini bersifat tiada batas yang tidak lagi melihat kodrat dan aspek biologis manusiawi dan terlihat seperti membebaskan wanita menuju maksiat dan keterpurukan moral. Beberapa propaganda yang mereka perjuangkan diantaranya adalah:
Markus Fahmi, seorang Nasrani, menerbitkan buku
berjudul Wanita di Timur tahun 1894 M. Dia menyerukan wajibnya menanggalkan hijab atas kaum wanita, pergaulan bebas, ta-lak dengan syarat-syarat tertentu dan larangan kawin lebih dari satu orang.
Huda Sya'rawi, seorang wanita didikan Eropa yang setuju dengan tuan-tuannya untuk mendirikan persatuan istri-
istri Mesir. Yang menjadikan sasarannya adalah persamaan hak talak seperti suami, larangan poligami, kebebasan wanita tanpa hijab, serta pergaulan bebas. Ahli syair, Jamil Shidqi Az-Zuhawis.Dalam syairn-ya, dia menyuruh kaum wanita Irak membuang dan membakar hijab, bergaul bebas dengan kaum pri-a.Dia juga menyatakan bahwa hijab itu merusak dan merupakan penyakit
dalam masyarakat.
Menjawab propaganda yang menggaung-gaungkan kebebasan diri sebagaimana yang dijelaskan diatas, Pada dasarnya, Islam membolehkan emansipasi wanita tetapi ada batasannya dan tentunya tidak melanggar syari'. Sebagaimana telah tertulis dalam Al-Baqarah: 228, "Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya dengan cara yang ma'ruf."***
No comments:
Post a Comment