Monday, 29 August 2016

Rokok Rp 50 Ribu, Mungkinkah?

ROKOK seolah telah menjadi kebutuhan pokok dan kedua setelah beras bagi sebagian besar pria di Indonesia. Meskipun bermacam iklan peringatan bahaya rokok dipajang di banyak tempat, rokok tetap saja laris manis di Indonesia.

Namun, belakangan muncul wacana harga rokok akan dinaikkan lebih dua kali lipat dari sebelumnya. Beredar kabar, harga rokok akan dinaikkan menjadi Rp 50 ribu per bungkus.

Wacana harga rokok akan dinaikkan menjadi Rp 50 ribu per bungkus mulai santer setelah adanya hasil studi Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, yang menyatakan sebanyak 72% perokok akan berhenti merokok kalau harga rokok di atas Rp 50 ribu dan 76% perokok setuju harga cukai dan rokok dinaikkan. Studi ini merupakan hasil survei terhadap 1.000 orang melalui telepon, dalam kurun Desember 2015 hingga Januari 2016.

Hasil studi itu mendapat tanggapan baik dari sejumlah pihak dan bisa dijadikan pertimbangan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan-kebijakan ke depan. Mengingat jumlah perokok di Indonesia yang sudah menempati peringkat ketiga terbanyak di dunia, setelah China dan India, menaikkan harga rokok dua kali lipat dianggap sebagian pihak bisa menekan jumlah perokok di Indonesia.

Namun, sebuah kebijakan tentunya membutuhkan pertimbangan matang karena berkaitan dengan hajat hidup orang banyak dan sebenarnya kabar harga rokok akan dinaikkan menjadi Rp 50 ribu per bungkus masih sebatas isu. Banyak masyarakat yang semula menganggap angin lalu, namun mulai beranjak percaya karena diperbincangkan di berbagai media. Isu kenaikan harga rokok ini menjadi semakin legit ketika berbagai pihak ikut menanggapisepertti kalangan politisi, lembaga swadaya masyarakat dan para pengusaha.

Bagi masyarakat anti-rokok tentu hal itu merupakan kabar baik, namun bagi para perokok tentulah kabar buruk. Sebagian yang mempercayai isu tersebut mungkin menyiapkan stok rokok untuk mengatasi kalau-kalau harganya benar-benar naik dalam waktu dekat. Begitu juga penjual rokok yang ingin mengambil keuntungaan tentunya. Namun pertanyaannya, apakah isu itu benar? Perlukah harga rokok dinaikkan drastis dan mungkinkah kebijakan ini diterapkan di Indonesia?

Mengandung Zat Berbahaya

Jika ditinjau dari sisi kesehatan, sejak di bangku sekolah menengah selalu dijelaskan rokok mengandung sejumlah zat yang berbahaya bagi kesehatan. Kebiasaan merokok merupakan salah satu penyebab munculnya penyakit seperti j antung, stroke, ginjal, kanker, bahkan dapat menyebabakan kematian. Tidak hanya bagi penggunanya, rokok juga berbahaya bagi orang-orang di sekitar karena tidak langsung juga menghirup asapnya. Apalagi banyak perokok yang tidak peduli peraturan. Mmes-kipun pemerintah sudah menetapkan kawasan tanpa rokok namun sejumlah perokok masih tidak mengindahkan dan seolah tanpa berdosa merokok di tempat-tempat umum dan mengepulkan asap rokok seenaknya.

Namun, selain segala dampak buruk tersebut, rokok merupakan salah satu industri penyuplai terbesar pendapatan negara setiap tahun. Lebih dari itu, rokok juga menjadi tempat bergantung hidupjutaan orang yang bekerja di industri tersebut dan keluarganya. Logikanya, jika harga rokok dinaikkan secara drastis, akan berdampak drastis pula pada sejumlah pekerja di industri rokok tersebut. Dalam hal ini, pemerintah harus bersikap objektif.

Mungkinkah harga rokok langsung melejit hingga Rp 50 ribu per bungkus? Tentu tidak mungkin, sebab kenaikan cukai yang menyebabkan harga rokok naik ada aturan hukumnya dan didasari perhitungan yang jelas. Jikalaupun harga rokok naik, tentu tidak akan hingga menjadi Rp 50 ribu per bungkus. Seperti disebutkan sebelumnya, kenaikan harga rokok tergantung pada kenaikan cukai, sementara di RAPBN 2017 rencana kenaikan cukai hanya berkisar 5,7%. Jadi, tidak mungkin harga rokok naik begitu drastisnya.

Sesungguhnya yang terpenting solusi menekan angka perokok di Indonesia. Jika kita dilihat berbagai upaya telah diusahakan, peringatan keras akan bahaya rokok dipasang dimana-mana, baik di baliho, iklan televisi, bahkan pada bungkus rokok itu sendiri, namun rokok masih saja diminati. Harga rokok yang sangat murah di Indonesia disebut-sebut sebagai salah satu penyebab utama rokok bisa dikonsumsi secara leluasa.

Jika ditinjau, memang harga rokok di Indonesia adalah salah satu yang termurah di antara harga rokok di negara ASEAN lainnya, yakni masih berkisar Rpl5 ribu-Rp 20 ribu per bungkus atau juga bisa dibeli antara Rp 1.000-Rp 1.500 per batang. Sesangkan di Malayasia, rokok dibandrol seharga Rp 35 ribu-Rp 40 ribu per bungkus dan tidak dijual eceran. Bahkan, di Singapura, rokok dijual Rp 120 ribu per bungkus.

Dengan harga yang memang terbilang sangat murah tersebut, tentu banyak kalangan bisa membelinya. Tidak heran jika melihat orang kurang mampu atau pelajar sekalipun bisa membeli rokokdengan uang saku mereka. Bagi mereka yang cukup mampu, dua sampai tiga bungkus rokok sehari pun sudah menjadi barang "wajib" konsumsi.

Berkaca dari keberhasilan negara-negara maju menekan jumlah angka perokok aktifnya, memang salah satu upaya yang efektif adalah menaikkan harga rokok, yang tentunya juga disesuaikan pendapatan per kapita masyarakatnya. Harga rokok dinaikkan secara signifikan, bukan drastis. Selain itu juga gencar melakukan kampanye anti rokok dan pendidikan anti rokok. Intinya, kenaikan harga rokok mau tidak mau memang harus dilakukan untuk menekan jumlah perokok aktif, namun mustahil jika kenaikan hingga 150% dari harga sebelumnya.

Cerdas Memilah

Segala informasi baik berupa fakta maupun isu memang sangat cepat tersebar karena media. Sebagian besar masyarakat juga dibuat bingung membedakan mana yang isu dan mana fakta. Namun, masyarakat harus cerdas memilah. Jangan-jangan isu ini justru menguntungkan sebagian pihak saja. Industri rokok semakin melejit karena konsumsi masyarakat semakin banyak menimbang harga rokok akan naik. Para pedagang juga membeli stok karena rokok "katanya" akan naik drastis. Nyatanya, masyarakat kita memang sangat mudah diprovokasi.

Karenanya, masyarakat harus cerdas menanggapi. Tidak ada kebijakan yang diputuskan dalam semalam. Semua butuh pertimbangan. Pemerintah tentu harus berupaya memikirkan solusi mengurangi angka kematian karena rokok, namun juga harus memikirkan kehidupan jutaan jiwa yang menggantungkan hidupnya dan keluarga pada industri rokok.


Penulis mahasiswi PPKn Universitas Negeri Medan

No comments:

Post a Comment