Monday, 29 August 2016
Kenaikan Harga Rokok Bakal Gerus Margin
Meneropong prospek saham sektor rokok di tengah isu kenaikan harga rokok menjadi Rp 50.000 per bungkus
Juwita Aldiani
JAKARTA. Industri rokok tengah heboh. Bukan karena rencana kenaikan cukai rokok tahun depan. Produsen rokok sudah bersiap menghadapi kenaikan cukai rokok, yang memang naik tiap tahun. Para produsen rokok jadi ka-lang-kabut lantaran isu harga rokok bakal naik menjadi Rp 50.000 per bungkus.
Wendy Chandra, analis Yu-anta Securities, menilai, isu kenaikan harga rokok menjadi Rp 50.000 per bungkus bakal kecil pengaruhnya pada emiten rokok. Apalagi harga rokok di Indonesia tergolongmurah jika dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura.
Kenaikan tarif cukai rokok, menurut Wendy, juga wajar. Apalagi, setiap tahun selalu ada kenaikan. Memang, jika cukai rokok dinaikkan 10%, dampaknya akan terasa "Kenaikan cukai memang bisa menggerus gross margin emiten," kata Wendy kepada KONTAN, Jumat (26A)8). Tapi tidak terlalu mengganggu kinerja emiten rokok secara keseluruhan.
Gross margin emiten produsen rokok di kuartal pertama tahun ini rata-rata bagus, karena masih menjual stok rokok dengan tarif cukai ditahun sebelumnya. Penurunan gross margin baru terlihat di kuartal kedua, lantaran efek kenaikan cukai tahun ini sudah mulai terasa
Bagi produsen rokok, beban cukai merupakan penyumbang terbesar cost of goods saie (COGS) atau harga pokok penjualan emiten. "Biaya cukai sekitar 60%-70% dari COGS," tambah Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri
Analis mengkhawatirkan bila kenaikan cukai rokok tahun depan terlalu tinggi. Hans mengatakan, jika cukai naik tinggi, harga rokok juga akan naik tinggi Hal ini dikhawatirkan akan membuat peredaran rokok dengan cukai palsu ma-kin marak. "Bisa juga pasar akan dipenuhi produk rokok asing," kata dia
Tapi analis Minna Padi Investama Frederik Kasali menilai kenaikan cukai dan harga bisa diatasi bila emiten rokok bisa memanfaatkan peluang. Produsen bisa mengekspor rokok dengan hargajual yang lebih tinggi dari lokal. "Jadi otomatis margin juga akan lebih tinggi," kata dia
Beban bertambah
Taye Shim, Kepala Riset Daewoo Securities, melihat, isu kenaikan harga rokok dan tarif cukai bukan permasalahan yang sederhana Peme-rintah harus ekstra hati-hati. Jika ada perubahan kebijakan yang signifikan, dampaknya bisa terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran. ".Kenaikan tarif cukai yang di atas ekspektasi dan harga rokok yang tinggi akan memberikan implikasi negatif bagi industri," kata Taye.
Menurut Hans, industri rokok sudah lama memasuki fase tidak bertumbuh karena banyaknya intervensi pemerintah, seperti pembatasan promosi dan tempat khusus merokok. Kesadaran masyarakat akan kesehatan juga terus meningkat
Hal ini membuat volume penjualan rokok cenderungstagnan. Di semester satu lalu, volume penjualan rokok turun 0,5%. Wendy melihat volume penjualan rokok hingga akhir tahun ini masih akan tint. Penjualan tahun ini diprediksi tumbuh di bawah 5%.
Meski begitu, kinerja emiten rokok tetap bisa membaik karena ada kenaikan harga jual rata-rata atau average selling price (ASP). Toh, Hans tidak menyarankan investor masuk ke saham emiten rokok.
Frederik menilai sentimen negatif di industri rokok masih lebih besar daripada sentimen positif. Di sektor ini. Frederik melihat saham PT Handala Manjaya Sampoerna Tbk (HMSP) dan PT Gudang
Garam Tbk (GGRM) paling menarik.
Sedang Wendy masih menyukai emiten rokok yang berkapitalisasi besar, seperti HMSP. Namun, ia juga merekomendasikan sell untuk saham HMSP.
Sementara menurut Taye, dari empat emiten rokok, yakni HMSP, GGRM, PT Wis-milak Inti Makmur Tbk (W1IM), dan PT Bentoel International Tbk (RMBA), ia lebih memilih GGRM. "Kami menyarankan investor untuk menunggu dan melihat sampai ketidakpastian memudar," jelas Taye. Ia merekomendasikan tahan saham HMSP dan beli GGRM.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment