Obama Sambangi Duterte Bahas Laut China Selatan
JAKARTA (Suara Kaiya): Laut China Selatan (LCS) tetap akan menjadi isu penting menyangkut negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan juga Amerika Serikat (AS). Tak salah apabila kemudian Presiden Amerika Serikat Barack Obama berencana bertemu dengan Presiden Filipina Rodrigo Duterte di sela pertemuan ASEAN yang diadakan salah satu negara Indo China, Laos, 6 September mendatang.
Seperti dilansir Reuters, Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Ben Rhodes mengatakan, Obama diperkirakan bakal membahas masalah ketegangan di Laut China Selatan (LCS), pascapengu-muman hasil Pengadilan Tetap Arbitrase.
Kemelut ini bermula ketika China mengklaim kepemilikan sekitar 90 persen Laut China Selatan, salah satu jalur perdagangan tersibuk dunia yang diyakini kaya minyak dan gas.
Klaim China di jalur perdagangan yang mencapai nilai 5 triliun dolar AS per tahun, itu tumpang tindih dengan Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam.
Filipina telah mengajukan gugatan terhadap klaim China itu ke Pengadilan Tetap Arbitrase. Meski hasilnya dimenangkan Filipina, China tetap menolak keputusan
itu, bahkan tidak mengakui keberadaan pengadilan itu.
Filipina sendiri merupakan sekutu dekat AS. Kedua negara itu bahkan sepakat untuk melakukan patroli bersama di LCS. Selain masalah keamanan, Obama juga diperkirakan akan membahas isu-isu hak asasi manusia saat bertemu dengan Duterte.
"Kami tentu memperkirakan, Presiden akan mengangkat masalah beberapa pernyataan dari Presiden Filipina," ujar Rhodes saat ditanya apakah Obama akan mengangkat pernyataan Duterte mengenai perempuan, jumalis, dan topik lainnya dalam pertemuan tersebut.
Belakangan ini, Duterte menjadi sorotan karena kampanye perang terhadap narkoba yang ia canangkan sejak terpilih menjadi Presiden Filipina pada 30 Juni lalu.
Sejak saat itu, lebih dari 1.900 orang yang diduga bandar dan pengguna narkotika tewas dibunuh aparat atau warga. Duterte pun dikecam oleh berbagai pihak karena metodenya memberantas pengedar dan pengguna narkoba dianggap tanpa pertimbangan hukum.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahkan menyampaikan kekhawatiran mereka akan kondisi penegakan hak asasi manusia di Filipina, (sab)
No comments:
Post a Comment