Menjaga Kerukunan Lewat Media
Media massa sebagai organ tunggal pemberitaan, sudah selayaknya bersifat mendamaikan; baik antar agama, ras dan antar suku, serta antar golongan. Sebab, kita hidup di lingkungan yang multikultural, maka sudah sepantasnya untuk menghindari perpecahan dan keretakan antar masyarakatnya. Maka, pengelola media harus bijak dalam menayangkan program-programnya, dan masyarakat pemirsa juga harus turut terlibat dalam mengontrolnya secara bijak.
Sebab, meski sejatinya rasa multikultural dalam masyarakat kita telah tertancap kuat sejak era "senasib sepenanggungan" (baca: masa penjajahan). Nam un, tampaknya semangat kebersamaan itu mulai tercerabut dari akarnya. Apalagi, dengan marak bermunculnya media-media partisan atupun sektarian yang menonjolkan segi monokulturalisme ataupun kekhususan.
Bangsa kita memangtidak perlu untuk diajari lagi slogan-slogan seperti "kerukunan antar umat beragama" dsb. Sebab, masyarakat kita pastinya sudah paham luar dan dalam akan makna itu. Bahwa puluhan etnis yang kita miliki, ratusan ras, dan macam-macam agama dapat menjadisebuah bom waktu yang meledakkan pertikaian, jika tidak disikapi dengan baik. Maka, media sekali lagi media mengambil peranan penting guna membendung hal-hal tersebut.
Karena itu, media massa di tanah air harus lebih gencar lagi dalam menyuarakan semangat akan kesamarataan dan kesederajatan. Agar terbentuk satu nation building yang utuh dalam menghargai perbedaan. Apalagi hal itu berkesesuaian dengan program revolusi mental. Tentu bila disandingkan ini bakal menjadi satu gerakan nasional y ang merubah paradigma lama (baca: kelam).
Jadi keberagaman di Indonesia jangan lagi disikapi sebagai kuantitas saja; bahwa kita punya 25 rumpun bahasa, 250 dialekioo kelompok etnis dan suku bangsa, serta 5 agama resmi. Tetapi bagaimana kita menyikapi itu dalam konteks kualitas; baik secara sikap maupun mental dalam menghormati perbedaan antara satu dengan yang lain. Hal tersebut yang seharusnya dipersuasifkan oleh media.
Maka bangsa kita yang katanya besar ini, jangan hanya diembankan kepada masyarakatnya saja dalam hal menghargai. Tetapi juga media harus turut ikut serta. Hingga tidak ada lagi pelabelan-pelabelan negatif yang selama ini (secara tidak langsung) menohok suatu agama; seperti kata "teroris", "ekstremis", "radikal", dan "fundamentalis", yang kerap menjadi momok menyakitkan perasaan umat Islam. Jelas, ini harus dihindari oleh setiap media yang mengaku bermartabat.
Pada akhirnya, media memiliki pengaruh yang besar dalam keseimbangan pemberitaan maupun program lainnya. Antarayangmiskin dan kaya, antara agama siPulan dan siPulen, kelompokAdan kelompokB, serta antara mayoritas dan minoritas.
Semoga usaha yang demikian ini mampu menghasilkan ruang bahagia dan tenang di hati pembaca, pendengar juga pemirsanya. Dan bukan malah dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab sebagai bahan provokasi yang berakhir anarki. Media di Indonesia perlu menerapkan semangat komunikasi multikulturalisme di masyarakat, hingga masyarakat tersadar dan mau menihilkan perilaku SARA yang sering terjadi di sekitarnya. Amin...
Khairullah
Ilmu Komunikasi USU 2013
No comments:
Post a Comment